MENGKOMERSIALISASIKAN PENDIDIKAN
Dunia pedidikan di bawah rezim orde Neolib berada dlam cengkeraman
komersialisasi, dimana rezim tidak membiarkan begitu saja ada wilayah
pengelolaan pendidikan yang masih ditangani oleh negara. Dalam kacamata
notmatif kaum Neolib, pendidikan pun harus sepenuhnya dilepaskan dari
tanggung jawab negara dalam pengelolaannya, semangatnya adalah
liberalisasi pendidikan dan kampus akan berubah menjadi ladang bisnis.
RUU perguruan tinggi adalah upaya terkini dalam usaha
mengkomersialisasikan pendidikan, dimana RUU ini membuka kran
terciptanya bisnis pendidikan (Bab I, Pasal I, Ayat 30). Potensi kampus
menjadi ladang usaha sendiri sangat besar. Saat ini di Indonesia
terdapat 3.150 perguruan tinggi, dengan rincian 3.017 PTS, 50 PTN
khusus, dan 83 PTN umum.
Hadirnya RUU PT mengingatkan kita pada UU Badan hukum Pendidikan (UU
BHP) yang telah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi tahun 2010 lalu. RUU
yang rencananya akan segera disahkan ini kental akan nuansa privatisasi.
Privatisasi tersebut jelas terlihat dalam ketentuan yang membagi
perguruan tinggi menjadi tiga jenis, yaitu : otonom, semi otonom, dan
otonom terbatas (pasal 77). Salah satu bentuk otonom yang diambil adalah
otonomi pendanaan (pasal 80), yang artinya bahwa memberikan sepenuhnya
kepada pihak perguruan tinggi baik itu PTN maupun PTS untuk mengelola
kampusnya sendiri tanpa adanya campur tangan pemerintah selaku
penanggung jawab mencerdaskan kehidupan bangsa.
Seharusnya kita bisa belajar dari privatisasi pendidikan yang telah
terjadi pada 7 perguruan tinggi berstatus Badan Hukum milik negara
(BHMN). Nyatanya, perguruan tinggi-perguruan tinggi tersebut mengalami
kenaikan biaya pendidikan secara signifikan sejak menjadi BHMN. Hal
itulah yang terjadi pada SELURUH perguruan tinggi apabila RUU Perguruan
Tinggi disahkan.
Selain itu dari aspek rujukan hukum, dasar pembentukan RUU PT pun
tidak jelas. Pasal 31 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi : ''Pemerintah
menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang diatur dalam satu
undang-undang'', ketetuan ini mengamanatkan bahwa pendidikan nasional
cukup diatur dalam satu undang-undang, dan undang-undang yang dimaksud
adalah Undang-Undang No. 20 tahun 2003 mengenai sistem pendidikan
nasional (UU Sisdiknas). Dalam UU Sisdiknas pasal 20, 21, 24, dan 25,
tidak mengamanatkan pembentukan UU baru, melainkan mengamanatkan
pembentukan peraturan pemerintah (PP).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar